Prestasi membanggakan kembali diraih oleh Kabupaten Banyuwangi. Kabupaten berjuluk the Sunrise of Java ini memperoleh penghargaan Adipura Buana, penghargaan di bidang kebersihan dan lingkungan hidup yang untuk keempat kalinya. Penghargaan diserahkan langsung oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla kepada Pelaksana Tuga (Plt) Badan Lingkungan Hidup, Husnul Chotimah di Lapangan Istana Siak, Riau, Jumat (22/7).
Piala Adipura Buana 2016 merupakan penghargaan kategori baru. Penghargaan ini diberikan pada daerah yang dinilai mampu menggabungkan unsur sosial dengan lingkungan untuk membentuk kota yang layak huni yang tercermin dari masyarakat kota yang peduli lingkungan.
“Saya merasa bangga karena rakyat Banyuwangi berhasil mempertahankan Adipura empat tahun secara berturut-turut. Penghargaan ini merupakan hasil kerja keras seluruh masyarakat Banyuwangi yang ikut mendukung pemerintah daerah dalam menjaga lingkungan yang bersih dan nyaman. Semua berperan nyata, mulai dari pesapon, tukang sampah, dan yang paling nyata adalah kerja keras semua rakyat dalam mewujudkan budaya bersih di Banyuwangi” kata Anas.
Kategori baru penghargaan Adipura Buana ini meneguhkan kabupaten di ujung timur Pulau Jawa ini sebagai salah satu kabupaten terbersih di Indonesia. Setelah sebelumnya pada 2011 Banyuwangi pernah dinobatkan sebagai kota terkotor kedua se Jawa Timur. Tidak hanya sekedar bersih namun penghargaan ini juga merepresentasikan keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.
“Perilaku masyarakat yang semakin sadar terhadap kebersihan di lingkungan sekitarnya menjadi kunci utama diraihnya penghargaan ini. Kami berharap kepedulian ini dapat terus bergulir untuk menciptakan Banyuwangi akan semakin nyaman untuk ditinggali,” ujar Bupati Anas.
Selain menciptakan kebersihan di lingkungan masing-masing, imbuh Azwar Anas, warga juga diajak turut menjaga kebersihan pada obyek wisata di Banyuwangi. Karena seringkali ditemui sejumlah destinasi kurang terjaga kebersihannya saat ramai pengunjung.
"Pariwisata Banyuwangi sedang menggeliat, untuk itu kita semua wajib menjaga kebersihan obyek-obyek wisata yang ada. Karena wisatawan itu senang berada di tempat yang bersih. Kalau kotor terus, citra pariwisata Banyuwangi turun, otomatis wisatawan enggan datang. Untuk itu, minimal buanglah sampah pada tempatnya, jangan buang plastik dan sisa makanan seenaknya," cetus Anas.
Selain Piala Adipura Buana, dua sekolah di Banyuwangi juga meraih Piala Adiwiyata. Dua sekolah penerima piala tersebut adalah SMAN 1 Banyuwangi dan SDN Model Banyuwangi. Piala adiwiyata adalah penghargaan yang diberikan kepada sekolah-sekolah (SD,SMP,SMA) yang dinilai berhasil mendidik siswa menjadi individu yang cinta dan bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup.
Ditambahkan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Arief Setyawan, penghargaan Adipura Buana diterima Banyuwangi karena memenuhi sejumlah kriteria penilaian. Mulai dari partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan dan pengelolaan sampah, tersedianya ruang terbuka hijau yang berfungsi bagi masyarakat, hingga ketersediaan TPA.
Penilaian juga melihat pada kebersihan di sejumlah ruang publik, seperti pasar, jalan, perkantoran, sekolah, sungai serta ketersediaan fasilitas penunjang kebersihan yang disiapkan oleh pemerintah daerah.
“Selain penilaian langsung dari tim Kementrian LHK yang turun langsung ke Banyuwangi, Bupati Anas juga memaparkan di hadapan dewan Adipura di Jakarta terkait program kebersihan dan lingkungan hidup Banyuwangi,” ujar Arief.
Khusus untuk penilaian partisipasi masyarakat, Banyuwangi mendapatkan nilai plus hingga layak mendapatkan Adipura Buana. Partisipasi yang dimaksud adalah ketelibatan langsung masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan baik di lingkungan rumah tangga, sekolah dan perkantoran.
“Misalnya saja saat ini sudah banyak masyarakat yang peduli dalam melakukan pemilahan sampah dengan menyediakan tempat sampah organik dan an organik. Tim penilai Adipura pun menilai fasilitas tempat sampah tersebut mudah ditemukan baik di sekolah, perkantoran maupun lingkungan rumah tangga. Selain itu di masyarakat juga sudah mulai banyak dilakukan pengelolaan sampah hingga memberikan nilai tambah secara ekonomis,” terang Arief.
Selain kebersihan di Banyuwangi, tim kementerian juga menilai sejumlah inovasi di Banyuwangi dalam pengelolaan lingkungan. Di antaranya adalah program bank sampah, pengolahan sampah, pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Para tim penilai, lanjut Arief, juga menilai positif program pemda yang mengapresiasi kinerja petugas kebersihan dengan memberikan insentif dan asuransi.
"Para THL tersebut secara rutin membersihkan seluruh ruas jalan, sungai dan fasilitas publik 3 kali sehari. Wajar jika kita memberikan perlindungan kepada mereka lewat mengcover mereka dengan asuransi,” cetus Arief.
Saat ini jumlah petugas yang rutin memelihara kebersihan kota Banyuwangi sebanyak 620 orang tenaga harian lepas (THL) yang terdiri atas pesapon, petugas drainase, petugas bank sampah, dan taman. Pemkab Banyuwangi sendiri juga telah membangun 23 taman publik yang tersebar di seluruh wilayah. Selain menciptakan ruang terbuka hijau tersebut, taman-taman yang dibangun ini dimaksudkan menjadi ruang-ruang publik untuk berkumpul, berekreasi, dan berkreasi bagi warganya.
Untuk merayakan keberhasilan meraih piala supremasi di bidang lingkungan ini, Pemkab Banyuwangi berencana akan mengarak keliling kota piala ini. Konvoi akan digelar Senin (25/7) siang hari, dengan mengambil start dari Pendopo dan finish di Depan Kantor Pemkab Banyuwangi.
Festival Jazz tahunan kebanggaan masyarakat Banyuwangi bertajuk Banyuwangi Beach Jazz Festival (BBJF) 2016 kembali digelar. Kali ini BBJF akan diselenggarakan pada 13 Agustus 2013 masih mengambil lokasi yang sama seperti tahun sebelumnya yaitu di pantai Boom Banyuwangi.
Penyelenggaraan BBJF kali ini terasa berbeda. BBJF tampil lebih percaya diri dengan desain panggung cantik yang mampu menampilkan keindahan pantai dan menghadirkan penyanyi-penyanyi muda yang tidak kalah pamornya dengan senior mereka di peta musik Jazz Indonesia. Sederet artis jazz lokal yang telah lulus seleksi sejak Mei lalu akan berbagi panggung dengan artis-artis papan atas seperti Raisa, Tulus, Rezki Febrian, Adera, Barsena dan masih banyak lagi.
Mengusung tema “Jazz Rise and The Next”, BBJF mengapresiasi semangat baru kalangan muda terhadap antusiasme genre musik Jazz di Banyuwangi dan berharap Jazz di Banyuwangi terus berkembang. Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas mengatakan, “BBJF bukan hanya mendukung perkembangan musik Jazz di Banyuwangi tapi juga menjadi wadah apresiasi bagi bakat anak-anak muda dengan menyediakan ruang kreatifitas bagi mereka”. Lebih lanjut Azwar menambahkan pihaknya serius memikirkan kelestarian lagu daerah sebagai identitas daerah, maka itu tradisi kolaborasi unik yang memadukan musik daerah dengan sentuhan jazz kontemporer akan tetap dipertahankan.
Tiket BBJF 2016 di bandrol dengan harga di mulai dari Festival 300k, wings B : 500k / A : 700k, VIP 1500k, VVIP 2000k dan baru pada tahun ini, untuk menampung antusiasme penonton, panitia menyediakan kelas festival dengan paling rendan harga 300rb rupiah saja. Penonton akan disuguhi alunan Jazz didukung oleh multimedia efek yang akan menambah keindahan pantai Boom.
Ritual Seblang adalah salah satu ritual masyarakat Osing yang hanya dapat dijumpai di dua desa dalam lingkungan kecamatan Glagah, Banyuwangi, yakni desa Bakungan dan Olehsari. Ritual ini dilaksanakan untuk keperluan bersih desa dan tolak bala, agar desa tetap dalam keadaan aman dan tentram. Ritual ini sama seperti ritual Sintren di wilayah Cirebon, Jaran Kepang, dan Sanghyang di Pulau Bali.
Penyelenggaraan tari Seblang di dua desa tersebut juga berbeda waktunya, di desa Olihsari diselenggarakan satu minggu setelah Idul Fitri, sedangkan di desa Bakungan yang bersebelahan, diselenggarakan seminggu setelah Idul Adha.
Para penarinya dipilih secara supranatural oleh dukun setempat, dan biasanya penari harus dipilih dari keturunan penari seblang sebelumnya. Di desa Olehsari, penarinya haruslah gadis yang belum akil baliq, sedangkan di Bakungan, penarinya haruslah wanita berusia 50 tahun ke atas yang telah mati haid (menopause).
Tari Seblang ini sebenarnya merupakan tradisi yang sangat tua, hingga sulit dilacak asal usul dimulainya. Namun, catatan sejarah menunjukkan bahwa Seblang pertama yang diketahui adalah Semi, yang juga menjadi pelopor tari Gandrung wanita pertama (meninggal tahun 1973). Setelah sembuh dari sakitnya, maka nazar ibunya (Mak Midah atau Mak Milah) pun harus dipenuhi, Semi akhirnya dijadikan seblang dalam usia kanak-kanaknya hingga setelah menginjak remaja mulai menjadi penari Gandrung.
Tari Seblang ini dimulai dengan upacara yang dibuka oleh sang dukun desa atau pawang. Sang penari ditutup matanya oleh para ibu-ibu yang berada dibelakangnya, sambil memegang tempeh (nampan bamboo). Sang dukun mengasapi sang penari dengan asap dupa sambil membaca mantera. Setelah sang penari kesurupan (taksadarkan diri atau kejiman dalam istilah lokal), dengan tanda jatuhnya tampah tadi, maka pertunjukan pun dimulai. Penari seblang yang sudah kejiman tadi menari dengan gerakan monoton, mata terpejam dan mengikuti arah sang pawang atau dukun serta irama gendhing yang dimainkan. Kadang juga berkeliling desa sambil menari. Setelah beberapa lama menari, kemudian si seblang melempar selendang yang digulung ke arah penonton, penonton yang terkena selendang tersebut harus mau menari bersama si Seblang. Jika tidak, maka dia akan dikejar-kejar oleh Seblang sampai mau menari.
Musik pengiring Seblang hanya terdiri dari satu buah kendang, satu buah kempul atau gong dan dua buah saron. Sedangkan di Olehsari ditambah dengan biola sebagai penambah efek musikal.
Dari segi busana, penari Seblang di Olehsari dan Bakungan mempunyai sedikit perbedaan, khususnya pada bagian omprok atau mahkota.
Pada penari Seblang di desa Olehsari, omprok biasanya terbuat dari pelepah pisang yang disuwir-suwir hingga menutupi sebagian wajah penari, sedangkan bagian atasnya diberi bunga-bunga segar yang biasanya diambil dari kebun atau area sekitar pemakaman, dan ditambah dengan sebuah kaca kecil yang ditaruh di bagian tengah omprok.
Pada penari seblang wilayah Bakungan, omprok yang dipakai sangat menyerupai omprok yang dipakai dalam pertunjukan Gandrung, hanya saja bahan yang dipakai terbuat dari pelepah pisang dan dihiasi bunga-bunga segar meski tidak sebanyak penari seblang di Olehsari. Disamping unsure mistik, ritual Seblang ini juga memberikan hiburan bagi para pengunjung maupun warga setempat, di mana banyak adegan-adegan lucu yang ditampilkan oleh sang penari seblang ini.
Bulan Juli 2016 ini bertepatan dengan liburan panjang Hari Raya Idul Fitri, tentunya buat kalian warga banyuwangi yang lagi merantau karena kepentingan pekerjaan dan pendidikan akan menjalani ritual rutin yang namanya MUDIK.
Liburan mudik kali ini tentunya akan terasa spesial, karena kalian akan disambut dengan berbagai kegiatan luar biasa yang sengaja disiapkan oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Nah berikut jadwal kegiatan tersebut di bulan Juli 2016 ;
1. Seblang Olehsari The Mystic Dance 11-17 Juli 2016 jam 13.00 WIB desa olehsari
2. Barong Iderbumi 7 Juli 2016 jam 14.00 WIB desa kemiren
3. Puter Kayun Lebaran Kupat 12-15 Juli 2016 Kel. Boyolangu