Sesampai di pantai Watudodol mereka menggelar selamatan sebagai perwujudan rasa syukur atas rezeki yang mereka dapat selama setahun terakhir. Masyarakat lokal mengganggap tradisi puter kayun itu sebagai napak tilas pembangunan jalan Panarukan – Banyuwangi pada zaman Kolonial Belanda. Yang mana saat itu penjajah Belanda sangat kejam, sehingga banyak yang meninggal dunia saat mengerjakan pembangunan jalan. Singkat cerita tradisi puter kayun ini diyakini sebagai bentuk penghargaan kepada para leluluhur yang telah selesai menyelesaikan jalan ini.
Sebelumnya tradisi puter kayun ini hanya dilakukan masyarakat yang hanya memiliki dokar saja, dengan tujuan membawa keluarganya untuk berwisata ke Watudodol. Tetapi tradisi ini telah dilestarikan dan menjadi agenda wisata Banyuwangi. Ritual puter kayun ini diawali dengan nyekar ke makam Buyut Jaksa.