Kerajinan Banyuwangi Menggeliat di Tengah Krisis
By SEMANGAT BANYUWANGI - Agustus 07, 2015
Di tengah lesunya perekonomian, industri kreatif di Banyuwangi, Jawa Timur, terus menggeliat. Kerajinan kayu dari kabupaten itu berhasil mengisi pasar Jepang dan Spanyol. Geliat industri ini membangkitkan ekonomi lokal masyarakat yang bergantung padanya.
Di bengkel kerja UD Oesing Craft di Banyuwangi, Kamis (6/8), Joni Samugo (27) menumpuk sejumlah piring dari kayu yang permukaannya baru saja selesai dihaluskan. Peluhnya menetes. Beberapa kali ia menegakkan punggung untuk mengurangi rasa pegal. Namun, ia tetap meneruskan bekerja menyelesaikan kerajinan alat rumah tangga. Peralatan rumah tangga yang dia kerjakan sudah ditunggu untuk diekspor.
Dua tahun menjadi bagian dari produsen industri kreatif disyukuri Joni. Meskipun hanya pekerja, rezeki Joni terus mengalir. Bulan ini, ia mendapatkan order menghaluskan permukaan piring kayu untuk bisa dikirim ke Jepang. Untuk menyelesaikan pekerjaan itu, ia bisa mendapatkan penghasilan Rp 2,5 juta per bulan, jauh lebih besar daripada upah minimum regional di Banyuwangi yang hanya separuhnya.
Hal sama dirasakan Heri Ardiyanto (27). Heri awalnya bekerja di sawah, dengan upah kurang dari Rp 50.000 per hari. Ia akhirnya bergabung menjadi perajin, setelah sebelumnya belajar menjadi perajin kerajinan rumah tangga di UD Oesing Craft, produsen peralatan rumah tangga dari kayu kecil yang bisa menembus ekspor ke Jepang.
Untuk mendapatkan produk yang bagus, Heri harus benar-benar teliti mengerjakan piring kayu secara halus. Cacat sedikit, pembeli tak akan mau. Jika kurang halus, barangnya pun akan dikembalikan untuk diperbaiki. Lelah, tentu saja dirasakan Heri, tetapi bagi dia lelah justru menjadi pertanda bahwa ia masih bisa mendapatkan order banyak.
Empat tahun ini, Banyuwangi tumbuh jadi produsen industri kreatif. Di dalam negeri, perajin mendapat pasar dengan tumbuhnya wisata. Para pengusaha industri mikro, kecil, dan menengah pun mampu menembus ekspor ke mancanegara.
Industri buah tangan, misalnya, tumbuh setelah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi gencar mempromosikan wisata dan memperbanyak gelaran kesenian dan festival. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata Banyuwangi, jumlah wisatawan domestik tercatat mencapai 1,057 juta pada 2013, meningkat 22 persen dari tahun 2012 sebanyak 860.831 orang. Wisatawan asing meningkat dari 5.502 orang menjadi 10.550 orang. Rata-rata wisatawan itu menghabiskan uang Rp 3 juta untuk menginap dan berbelanja di Banyuwangi.
Kontrak dengan Jepang
Ada yang mengandalkan pasar lokal, tetapi ada pula yang sudah jauh menembus pasar internasional. UD Oesing Craft, misalnya, mendapat kontrak dengan perusahaan Jepang Mitsubishi Co LTD untuk mengirimkan produk peralatan rumah tangga dari kayu. Setiap bulan, menurut pemilik Oesing Craft, Bambang Haryono, industri kecilnya mengirim satu kontainer kerajinan rumah tangga dari kayu ke Jepang dan setiap dua atau tiga bulan sekali mengirim satu kontainer ke Spanyol. Satu kontainer bernilai Rp 300 juta-Rp 400 juta dan bisa mempekerjakan sekitar 100 pekerja, termasuk Joni dan Heri.
Ekonomi yang lesu tak berpengaruh banyak pada ekspor mereka. Bengkel kerja Oesing Craft yang terletak di jalan Ngurah Rai, Banyuwangi, hampir tak pernah sepi. Setiap hari selalu ada suara mesin pemotong kayu dan pasah dengan pekerja-pekerja yang sibuk menggarap orderan. Di ruang pamernya juga menumpuk piring, mangkok, tatakan, vas bunga, dan kerajinan lain yang siap untuk dikemas.
Bambang mengakali lesunya ekonomi dengan menawarkan apa yang dibutuhkan pasar. Produk piring, tatakan, mangkok, hingga sendok garpu dari kayu laku di pasar Jepang. Untuk pasar Eropa, ia menjual vas bunga dan mangkok serbaguna hingga hiasan dekoratif. Kayu yang digunakan di antaranya kayu akasia, asam, dan kelapa. Beberapa produknya memang dibiarkan apa adanya, warna tak rata, beberapa tempat berlubang bekas rayap, tetapi ternyata hal-hal natural seperti itu yang digemari. Jadilah produknya laku di pasaran.
Strategi yang sama juga diterapkan perajin di Desa Gintangan di Kecamatan Rogojampi. Pasang surut kondisi ekonomi sering mereka rasakan, tetapi dengan bekal kreativitas mereka tetap bertahan mempertahankan pasar. Aswanto dan Widodo, perajin industri bambu di Gintangan, mengisi pasar Spanyol. Mereka berinovasi pada desain. Jika beberapa tahun lalu bambu, kini kerajinan batok kelapa yang laku di pasaran.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membantu menghidupkan pasar industri kreatif, seperti berinvestasi di bidang pariwisata, di antaranya mengadakan acara olahraga dan kesenian tingkat nasional ataupun internasional serta memberikan peluang lebih kepada pelaku UKM. "Investor yang ingin berinvestasi akan kami berikan insentif, salah satunya keringanan pajak. Syaratnya antara lain harus memberdayakan dan merangkul usaha kecil menengah" kata Bupati Abdullah Azwar Anas.
Badan Perencanaan Pembangunan Banyuwangi juga mencatat ada kenaikan pendapatan per kapita warganya dari Rp 14,97 juta pada 2010 menjadi Rp 25,5 juta pada 2014. Adapun pendapatan domestik regional bruto naik dari Rp 23,56 triliun pada 2010 menjadi Rp 40,48 triliun pada 2014. Kenaikan itu salah satunya dipicu kesempatan kerja pada industri kreatif.
Di Banyuwangi, saat kreativitas tak berhenti, pasar pun tak pernah akan mati.(SIWI YUNITA CAHYANINGRUM)