Industri Kerajinan Banyuwangi Tak Gentar Hadapi MEA
By SEMANGAT BANYUWANGI - Oktober 01, 2015
VIVA.co.id - Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), produk-produk Indonesia akan 'bertarung' mendapatkan pasar perdagangan bebas di kawasan tersebut. Masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur khususnya para pengrajin produk-produk kerajinan tangan (handycraft) mengaku telah mengantisipasi 'pertarungan' tersebut.
Kotibin, salah satu pengrajin handycraft di Dusun Kejayen, Desa Tambong, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi, mengaku tak gentar menghadapi MEA. Bahkan, dengan ulet, bersama 50 orang pekerjanya lelaki ini terus berkreasi menciptakan berbagai bentuk kerajinan khas Banyuwangi. "Kami siap, kuncinya selain terus berkreasi juga menjaga mutu kerajinan yang kami buat," ujar Kotibin.
Menurut dia, sejumlah kerajinan berbahan kayu dan pohon kelapa yang diproduksi, tak hanya dipasarkan di dalam negeri, tetapi juga sampai ke luar negeri. "Sampai sekarang, ada sekitar 500 item kerajinan telah kami buat. Tidak hanya di jual ke Bali dan Jakarta, tetapi juga melayani pemesanan dari luar negeri, Inggris, Italia, Korea dan Amerika," kata Kotibin menambahkan.
Untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, Kotibin mempekerjakan, umumnya kaum perempuan, sebanyak 50 orang. Dan, sedikitnya sampai Rp50 juta dia keluarkan untuk pembayaran upah tiap bulan.
Berawal dari Sales Obat
Kotibin bertutur, kisah suksesnya membuat pernak-pernik souvenir diawali pada tahun 1988. Saat itu dia memutuskan untuk berhenti menjadi sales obat dan beralih membuat berbagai jenis souvenir berbahan dasar kayu.
Pengalamannya menjadi tenaga pemasaran di Bali membuat lelaki ini tak kesulitan mencari ide, atau model kerajinan yang dibuat.
"Ide membuat kerajinan saya dapat di Bali, saat menjadi sales obat. Di sana (Bali) banyak orang berkreasi membuat kerajinan, dan laku. Dan, banyaknya bahan baku di sekitar Banyuwangi ini, yang menguatkan saya untuk berkreasi, " ujarnya.
Kemudian, Kotibin bersama kakaknya Toni memulai pekerjaan rumahan tersebut. Dengan memanfaatkan bahan baku kayu yang ada di sekitar tempat tinggalnya, jadilah berbagai jenis souvenir.
Seiring dengan waktu, sejumlah kerajinan mampu dibuat, dipasarkan di Bali dan Jakarta. Keuntungan pun mulai dirasakan.
Ada keranjang, tempat tisu, tempat tusuk gigi, topeng, alat musik, tas, dompet dan berbagai pernak pernik unik lainnya. Pesanan kemudian datang dari luar negeri, dalam jumlah besar. "Tahun 2.000, ada orang Inggris datang ke tempat ini, kemudian memesan berbagai jenis kerajinan," katanya.
Sejak itu, pasar luar negeri terus mendatangkan keuntungan. Dan, berbagai jenis pesanan juga terus dilayani dengan lancar.
Dia mengatakan, Inggris banyak memesan barang kerajinan dari kayu, orang Inggris tersebut disebutkan memesan tas dari bahan anyaman bambu. Menurut dia, pemesan sangat menghargai lingkungan, tas berbahan kayu disebutkan karena ramah lingkungan. "Dikatakan kalau rusak, dibuang dan akan jadi tanah," ucapnya.
Kini, selain memenuhi pesanan langganan dari dalam negeri, pesanan dari luar negeri terus berdatangan. "Kuncinya tetap menjaga mutu, dan pesanan yang bisa selesai tepat waktu," ucapnya.
Selebihnya, model dan jenis kreasi terus ditingkatkan. Itu dibarengi dengan memberikan pelatihan kepada pegawainya. "Saya selalu memberikan pelatihan kepada pegawai, untuk menambah ketrampilan. Dan, saat ini kami juga tengah membangun tempat pelatihan, yang sekaligus nantinya untuk sekolah ketrampilan," urainya.
Sementara, soal persaingan, Kotibin menyebut kerajinan yang dibuat masyarakat asal negara Thailand dan Philipina. Disebutkan, dengan bahan yang sama, dari kayu harga jualnya lebih murah. "Orang luar negeri saat datang ke kami, ada yang mengatakan harganya lebih mahal di banding dari Thailand atau Philipina. Tetapi saya katakan, bahannya sangat berbeda, kayu kita lebih baik," ucapnya.
Sanggar gratis, untuk lestarikan seni
Katibin mengatakan, membuat kerajinan atau handycraf terus dilakukan. Selain untuk memburu untung, bisa memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Dia juga punya cita-cita besar, Banyuwangi terus dikenal dengan berbagai hasil kerajinan. "Untuk itu, saya mendirikan Sanggar. Siapa saja boleh belajar seni disini, gratis, tidak usah bayar. Atau juga untuk bekerja sambil belajar," ucap Kotibin.
Kini, pembangunan Sanggar sudah mendekati rampung. Ada bangunan pagar dan gapura pintu masuk. Di tengah ada joglo atau aula untuk pertemuan. Kanan dan kirinya sejumlah ruang untuk bekerja membuat berbagai kerajinan kayu, ruang pamer. Termasuk, sejumlah kamar tidur untuk mereka yang datang dari jauh, dan harus menetap untuk beberapa saat.
Warga senang, bisa bekerja
Kegiatan pembuatan kerajinan yang dilakukan Kotibin di rumahnya disambut baik para tetangganya di Banyuwangi. Selain bangga bisa membuat kerajinan yang banyak diminati warga luar negeri, tentu penghasilan yang didapat dirasakan sebagai penyemangat. "Senang, karena selain dapat bayaran juga karena hasil kerajinan kami banyak diminati sampai ke luar negeri," ujar Cicilia salah seorang ibu rumah tangga yang sudah 8 tahun ikut bekerja di tempat tersebut.
Setiap hari, pekerja perempuan ini bekerja mulai pukul 07.30 sampai 15.30 WIB, dan minggu mendapat libur.
Dia mengaku ingin terus menekuni pembuatan kerajinan yang dibuat tetangganya Kotibin, tersebut. Perempuan tersebut juga berharap para generasi muda ikut menekuni pembuatan kerajinan kayu. Selain punya nilai ekonomis. Bahan baku banyak didapat di sekitar tempat tinggal mereka. "Agar barang-barang seni seperti ini tidak punah. Dan, karena negara lain juga membuat."