Liputan6.com, Jakarta Banyuwangi baru-baru ini dikabarkan berhasil memperoleh penghargaan di bidang pertanian dengan meraih juara II Anugerah Insan Perkopian Tingkat Provinsi Jawa Timur. Penghargaan tersebut diserahkan langsung Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jatim kepada Ketua Kelompok Tani (Poktan) Madani Banyuwangi, Samsi, di Hotel Orchid, Malang.
Menurut informasi yang diterima Liputan6.com, Senin (7/12/2015), Samsi mengatakan bahwa penghargaan yang diraih kelompok taninya karena berhasil melakukan pembibitan kopi jenis arabika dengan tepat. Bibit yang dihasilkan juga dianggap memiliki kualitas yang baik. Hal ini menjadi luar biasa, pasalnya selama ini kopi jenis Arabika bukanlah tanaman yang bisa dibudidayakan di banyuwangi, mengingat iklim Banyuwangi yang lebih cocok untuk budidaya kopi robusta.
Yang lebih menarik, menurut Samsi pembibitan kopi Arabika ini dilakukan di dataran rendah dengan ketinggian 400-450 meter di atas permukaan laut. Padahal biasanya kopi Arabika hanya berkembang dengan baik di dataran tinggi yang ketinggiannya mencapai 700-1.700 meter di atas permukaan laut.
Samsi melanjutkan, keberhasilan lahan kopi Poktan Madani yang letakya berada di Dusun Pringgondani, Desa Watukebo, Kecamatan Wongsorejo dan memiliki luas 30 hektar ini, tak lepas dari pendamping Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Banyuwangi.
"Mulanya kami bingung ini kopi jenis kopi, lalu konsultasi dengan orang dinas dan diteliti di Pusat Penelitian Kopi di Jember, dan ternyata itu jenis arabica. Lalu, dinas pun mengajak kami untuk mengembangkan bibit jenis tersebut di sini dan membuat demo plotting (demplot) di sini. Mereka memberikan pengarahan agar hasil yang didapat berkualitas. Misalnya kami dibekali cara agar bibit tanaman kopi terhindar penyakit,” cetus Samsi.
Selain pembibitan, lanjut Samsi, Dispertan juga memberikan pengetahuan cara budidaya kopi arabika yang benar. Mulai dari proses pengolahan tanah, pembenihan, pemupukan, pengontrolan hama dan pemangkasan, hingga cara memanen yang benar. Sementara itu Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Banyuwangi, Ikrori Hudanto mengatakan pemerintah daerah selalu mendorong petani untuk meningkatkan kualitas tanamannya, agar produktivitas kopinya bisa meningkat.
Ikrori melanjutkan, untuk mendorong kopi jenis arabika menjadi salah satu komoditas kopi yang dihasilkan Banyuwangi, pihaknya juga akan mengembangkan budidaya kopi varietas ini di lahan seluas 200 hektar. Lokasinya berlokasi sama yakni di Dusun Pringgondani, Desa Watukebo, Wongsorejo namun di ketinggian 800-1000 mdpl. “Karena di lokasi ini tersedia tersedia lahan representatif yang sesuai untuk budidaya kopi arabika,”kata Ikrori.
Rencananya, pada musim hujan tahun ini, penanaman tahap pertama akan dilakukan. Sebanyak 100 ribu bibit kopi akan mulai ditanam pada lahan seluas 100 hektare. “Sedangkan 100 ribu bibit lainnya akan ditanam pada tahap ke dua di tahun depan,” tutur Ikrori Di pasaran permintaan terhadap kopi arabika meningkat dan nilai ekspornya juga lebih tinggi dari robusta. Di musim panen, harga kopi Arabica bisa sampai Rp. 35 ribu/ kilo, sedangkan Robusta hanya Rp. 20 ribu/kilo nya. “Jadi kita ingin Banyuwangi juga bisa menghasilkan Arabika untuk meningkatkan kesejahteraan petani kopi,” ujarnya.
Pihaknya juga akan menggandeng perkebunan-perkebunan besar untuk bermitra dengan para petani agar ada transfer knowledge dari perkebunan besar kepada petani. “Karena saya yakin kalau perkebunan besar itu ilmu dan pengalamannya pasti lebih banyak,” pungkasnya.
Sebagai informasi, selama ini jenis kopi yang dikembangkan di Banyuwangi, baik oleh perkebunan swasta nasional maupun perkebunan rakyat, adalah kopi Robusta. Pada tahun 2014, angka produksi kopi Banyuwangi mencapai 7,99 ribu ton. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 6,91 ribu ton dari luas panen sekitar 8 ribu hektar lebih. Sedangkan pada tahun 2012 dan 2011, angka produksi kopi Banyuwangi berturut-turut sebesar 6,99 dan 7,38 ribu ton.
Banyuwangi - Berbagai upaya pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Kabupaten Banyuwangi telah berhasil meningkatkan angka indeks pembangunan manusia (IPM) daerah. Sejak tahun 2010-2014 IPM Banyuwangi terus mengalami peningkatan seiring dengan berbagai program peningkatan kesejahteraan warganya.
Menggunakan perhitungan metode baru, IPM Banyuwangi tahun 2014 mencapai 67,3 dibanding tahun 2010 yang 64,5. Kepala Badan Perencanaan Daerah Agus Siwanto mengatakan, IPM menjadi salah satu ukuran kesejahteraan manusia yang diperkenalkan United Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990. IPM mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup.
"Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak," kata Agus kepada detikcom di lounge Pemkab Banyuwangi, Jumat (4/12/2015).
Untuk mengukur dimensi kesehatan, digunakan angka harapan hidup (AHH) waktu lahir. Selanjutnya dimensi pengetahuan digunakan indikator rata-rata lama sekolah. Sementara dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita.
AHH Banyuwangi sendiri dalam kurun 2010-2014 terus meningkat. Jika di 2010 mencapai 69,6, maka di 2014 meningkat jadi 69,9 tahun. Berbagai program diupayakan pemkab guna meningkatkan AHH.
Dimulai sejak dini lewat program Harapan Keluarga Peduli Anak Sejak Dini (Harga Pas) dan Anak Tumbuh Berkualitas dan Cerdas (Anak Tokcer). Kedua program ini menjamin perlindungan kesehatan anak sejak dalam kandungan hingga masa pertumbuhan anak melalui pemantauan dan dukungan gizi di Puskesmas dan Posyandu.
Selain itu pemerintah juga menyediakan dana sharing untuk pelayanan kesehatan keluarga miskin yang tidak termasuk dalam kuota Jamkesmas (sekarang BPJS) dalam bentuk layanan Jaminan Kesehatan Masyarakat Banyuwangi dan Jaminan Kesehatan Daerah.
Pemkab Banyuwangi juga memiliki program asuransi bagi para pekerja informal melalui BPJS Ketenagakerjaan. Sudah ada 2.500 pekerja informal yang diasuransikan.
"Memperperpanjang AHH juga kita lakukan dengan cara menjadikan kota ini nyaman untuk ditinggali. Caranya dengan memperbanyak ruang publik dengan membangun 23 RTH se Banyuwangi agar masyarakat bisa saling berinteraksi dan bersosialisasi serta menjaga kebersihan dan kenyamanan kota," urai Agus.
Indikator kedua adalah angka harapan lama sekolah (HLS) dan angka melek huruf. HLS Banyuwangi juga terus meningkat, jika di 2010, 11 tahun maka di 2014 menjadi 11,8 tahun. Untuk meningkatan HLS, langkah yang dilakukan Banyuwangi dengan memberikan kesempatan pendidikan yang seluas-luasnya bagi masyarakat.
Mulai dari program Banyuwangi Cerdas bagi murid berprestasi dengan anggaran Rp 8 miliar pertahunnya. Selain itu juga ada beasiswa bagi penghafal Al-Qur'an dan Beasiswa bagi murid difabel.
"Program ini mengcover beasiswa baik untuk kampus yang ada di Banyuwangi maupun diluar Banyuwangi. Tidak hanya dibiayai sekolahnya pemkab juga memberi bantuan biaya hidup untuk mahasiswa yang mengikuti program ini," terang Agus.
Selain juga program Banyuwangi Belajar dan Siswa Asuh Sebaya (SAS) untuk memastikan semua anak mendapat pendidikan layak di Banyuwangi. Hasilnya, dari tahun ke tahun angka putus sekolah untuk tingkat SD/MI tinggal 0,03 persen di 2013. Di tingkat SMP/MTs tersisi 0,42 persen dan level SMA/SMK/MA tersisa 0,83 persen.
Yang terakhir adalah komponen standar hidup layak yang diukur dengan purchasing power parity (PPP) atau kemampuan daya beli penduduk. Untuk PPP Banyuwangi sendiri pada tahun 2010 sebesar Rp 9,3 juta dan di 2014 telah mencapai Rp 10,4 juta.
"Semakin tinggi PPP menunjukkan kemampuan daya beli masyarakat terus meningkat seiring dengan peningkatan ekonomi," urainya.
Upaya peningkatan ekonomi yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi, lanjut Agus, dengan meningkatkan income per kapita masyarakat Banyuwangi dengan membuka berbagai kesempatan usaha bagi masyarakat Banyuwangi seiring dengan perkembangan ekonomi.
"Kiami terus dorong penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) dengan bunga ringan oleh perbankan, galakkan program pemberdayaan ekonomi masyarat, pendampingan kelompok tani, peningkatan kinerja usaha mikro, kecil dan menengah lewat klinik UMKM, fasilitasi promosi dan dana bergulir," pungkas Agus. (iwd/iwd)