Peneliti durian merah Eko Mulyantoro (44) di Banyuwangi, Jumat mengatakan dari 65 varietas yang ditemukan melalui proses penyerbukan tersebut menghasilkan karakteristik pohon dan buah berbeda-beda, seperti warna daging buah yang bermacam-macam.
"Ada yang merah block dan merah grafis. Untuk rasa juga beragam, ada yang manis, asin gurih, bahkan pahit," kata pengembang durian merah dari Forum Pemerhati Hortikultura Banyuwangi ini.
Menurut dia, dari 65 varietas itu hanya 25 varietas yang bisa dikonsumsi, dua di antaranya adalah jenis balqis dan Sunrise of Java (SOJ). Kedua varietas itu secara resmi telah diberi tanda daftar milik Banyuwangi oleh Kementerian Pertanian.
Sebagai peneliti dan pengembang Eko memiliki target untuk bisa menghasilkan durian merah unggulan yang bisa diekspor. Saat ini ada 11 varietas yang tengah dikembangkan untuk memenuhi target itu.
Keunggulan yang dikembangkan, katanya, antara lain buah tidak berbau, warna buah merah batik (grafis), biji tipis dan berdaging tebal, kulit durian selalu hijau serta nonalkoholik yang tidak membuat perut kembung apabila dikonsumsi.
"Target kami durian merah Banyuwangi bisa menembus pasar Eropa," kata lelaki yang juga PNS di Pemkab Banyuwangi ini.
Sampai sekarang pengembangan durian merah terus dilakukan. Sebanyak 15 ribu bibit durian merah telah disebarkan oleh Pemkab Banyuwangi kepada warga dalam beberapa tahun terakhir.
Saat ini, katanya, populasi pohon durian merah yang sudah ditanam mencapai 15 ribu. Dari jumlah itu 1.500 pohon sudah tumbuh besar dan 200 di antaranya sudah berbuah secara produktif. Setiap tahun rata-rata dihasilkan 1.700 buah durian merah yang bisa dipanen.
"Kami terus mengembangkan durian merah dengan merangkul para petani melalui pemberian bibit secara gratis. Kami berharap semakin banyak petani yang mau menanam durian merah karena nilai ekonomis buah ini sangat tinggi. Per kilogramnya Rp 150-275 ribu, maka bisa menjadi sumber pendapatan yang menguntungkan bagi siapapun yang ingin mengembangkan," kata Eko.
Menurut dia, buah durian merah menjadi ikon tanaman hortikultura asal Banyuwangi yang paling diburu oleh wisatawan saat ini.
"Buah ini eksotis dan sangat khas, sangat berpotensi untuk menjadi buah ikon daerah," katanya.
Dia mengatakan, semula jumlah pohon durian merah besar dan produktif di Banyuwangi hanya ada lima yang tersebar di beberapa wilayah dan kini sudah berusia tua.
"Seperti milik Pak Serat di Kecamatan Glagah. Pohon ini sudah tumbuh sejak beberapa generasi, hasil buahnya kecil dengan biji yang besar," kata Eko.
Selanjutnya dimulailah pengembangan durian merah untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik. Caranya melalui proses polinasi (penyerbukan) di lingkungan yang sesuai dengan syarat tumbuh durian merah.
"Kami sudah melakukan riset, wilayah yang cocok untuk pengembangan durian merah di Banyuwangi hanya ada di lima Kecamatan yakni Kalipuro, Glagah, Songgon, Licin dan Kecamatan Giri," ujarnya.
Eko menjelaskan di wilayah ini tanahnya memiliki unsur hara yang istimewa karena mendapatkan asupan sulfur dari Gunung Ijen maupun Gunung Raung ditambah hawa laut dari Selat Bali yang kaya akan mineral.
"Unsur hara dan mineral ini sangat berpengaruh pada karakteristik durian merah yang dihasilkan termasuk warna merah pada dagingnya," katanya.
Eko melanjutkan, pada sekali proses polinasi akan dihasilkan 10-25 jenis buah durian merah yang berbeda-beda. Namun saat biji hasil buah itu disemai tidak semuanya akan tumbuh menjadi tunas. Tunas-tunas yang berhasil tumbuh inilah yang menjadi cikal bakal tumbuhan baru hingga mencapai 65 varietas.
"Setelah tumbuh menjadi tunas kemudian tunas dipotong dan ditempel ke pohon yang sudah besar dengan metode top walking. Dengan metode ini tidak perlu menunggu sampai bertahun-tahun agar pohon durian merah berbuah, hanya 2,5 tahun sudah bisa produksi," ujarnya.