Bulan Juli 2016 ini bertepatan dengan liburan panjang Hari Raya Idul Fitri, tentunya buat kalian warga banyuwangi yang lagi merantau karena kepentingan pekerjaan dan pendidikan akan menjalani ritual rutin yang namanya MUDIK.
Liburan mudik kali ini tentunya akan terasa spesial, karena kalian akan disambut dengan berbagai kegiatan luar biasa yang sengaja disiapkan oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Nah berikut jadwal kegiatan tersebut di bulan Juli 2016 ;
1. Seblang Olehsari The Mystic Dance 11-17 Juli 2016 jam 13.00 WIB desa olehsari
2. Barong Iderbumi 7 Juli 2016 jam 14.00 WIB desa kemiren
3. Puter Kayun Lebaran Kupat 12-15 Juli 2016 Kel. Boyolangu
Krai yang masuk rumpun buah mentimun ini daging buahnya tebal dan beraroma harum yang khas. Setiap Ramadhan banyak orang yang berburu buah satu ini untuk dijadikan suguhan ta'jil.
Daging buahnya yang tebal dan manis bisa disajikan dengan berbagai menu. Biasanya, Krai yang hampir serupa dengan blewah tersebut dijadikan campuran minuman dingin nan manis. Bisa pula di-mix dengan bahan lain seperti buah Jeruk, Sirup atau dengan gula pasir saja sudah menyuguhkan kesegaran.
Meski memiliki rasa yang nikmat, namun para petani di Banyuwangi tak menanamnya di sepanjang tahun. Hanya menjelang bulan Ramadhan saja buah tersebut ditanam. Bukan karena tidak tumbuh, namun karena sengaja menjaga kekhasannya.
Tohairi (71) adalah salah satu petani yang menanam buah Krai tersebut. Petani asal Dusun Cungkingan, Desa Badean, Kecamatan Kabat, Banyuwangi tersebut sengaja menanam buah Krai dua bulan sebelum Ramadhan.
"Awal bulan Rajab sudah mulai menanam. Tepat 60 hari pas awal Ramadhan sudah bisa panen," aku Tohairi kala ditemui di lahan sawah Krai-nya pada Rabu (14/6).
Buah Krai sendiri, menurut Tohairi, merupakan jenis tanaman yang mudah dalam perawatannya. Tak terlalu banyak treatment yang dilakukan. Selain itu, juga tidak membutuhkan banyak air. "Malah, kalau hujan bisa tidak panen," tuturnya.
Oleh karena itu, jelas Tohairi, Krai cocok ditanam di daerah pinggir pantai seperti di desa Badean ketimbang di daerah tinggi seperti halnya di daerah Songgon. Untuk menanam Krai seluas satu Hektar, hanya memerlukan satu cangkir bibit. "Per cangkirnya bibit dijual Rp. 50.000," ungkap Tohairi.
Setiap hektarnya, setiap hari bisa dipanen antara 500-600 buah berukuran sedang. Para petani menjual dengan per paket yang terdiri dari ukuran besar, sedang dan kecil. Terdiri dari 5-8 buah dengan harga Rp. 12.500. Sekali tanam, para petani bisa memanen buahnya hingga 20 hari ke depan. "Kalau puasanya selesai, ya panennya selesai," paparnya seraya tersenyum.
Petani buah Krai tidak kebingungan untuk menjual hasil panennya. Karena setiap pagi usai memanen, para pembeli telah berdatangan ke sawahnya untuk memborong buah Krai-nya. "Kadang sampai berebut," akunya.
Para pembeli sendiri, usai membelinya di petani langsung membawanya ke pasar atau bidak-bidak di pinggir jalan yang banyak dijumpai selama bulan Ramadhan. Wati (65), salah satu penjual dadakan buah Krai yang mangkal di jalan besar di Desa Pakistaji, Kabat, mengaku menjual antara harga Rp.5.000 - 7.500 per buah.
"Sehari saya menjual antara 50 - 70 buah dengan ukuran yang variatif. Lumayan untuk bisa menambah penghasilan suami yang petani. Saya pun jualannya kalau pas puasa saja," ujar Wati.
Buah Krai ini memang banyak ditemukan di daerah Kabat, banywuangi. Di daerah tersebut, terdapat belasan penjual buah yang mangkal setiap harinya. Namun, buah ini juga mudah didapatkan di sejumlah pasar Banyuwangi.
Universitas Ciputra (UC) Surabaya berminat mengembangkan kampung wisata batik di Kabupaten Banyuwangi. Kampung tersebut akan menjadi etalase semua jenis batik ramah lingkungan yang ada di Indonesia lengkap dengan ceritanya.
Untuk keperluan itu, dosen Universitas Ciputra Juliuska Sahertian dan Kepala Laboratorium Fashion Department Fabio Ricardo Toreh telah bertemu Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di Banyuwangi. ”Ini murni inisiatif Universitas Ciputra setelah melihat berbagai peluang dan tantangan batik di Indonesia. Misalnya, masih banyak perajin batik di Indonesia yang menggunakan bahan kimia, bukan pewarna alam. Kampung wisata batik nantinya akan menjadi pusat pembelajaran, pengembangan, dan pemasaran batik,” ujar Juliuska.
Juliuska menambahkan, Banyuwangi dipilih lantaran mempunyai perkembangan batik yang signifikan. Industri kreatif berbasis fesyen ini di Banyuwangi dipadukan dengan pengembangan pariwisata. Banyuwangi juga dinilai cocok karena mempunyai infrastruktur transportasi yang lengkap, mulai dari darat, laut, maupun udara serta dekat dengan Bali sebagai jantung utama pariwisata Indonesia. "Kampung wisata batik ini bagian dari Program Wisata Inti Rakyat (PIR) yang kami desain untuk menghidupkan pariwisata perdesaan," ujarnya.
Karena dibangun di Banyuwangi, lanjut dia, kawasan itu nantinya mengambil lansekap salah satu motif batik setempat. Di dalamnya juga dilengkapi 13 rumah tradisional dari berbagai provinsi di Indonesia yang merupakan penghasil batik. Selain itu, ada fasilitas penunjang seperti cottages (mini hotel), food and beverage stalls, taman bunga, fishing pond (kolam ikan), wahana permainan alam, jalur berkuda, dan sebagainya.
”Tahun pertama kami bikin studi kelayakan. Tahapannya, lima bulan ke depan kami cari gambaran untuk kampung wisata batik, lalu persiapan lahan selama 7 bulan,” jelasnya.
Tahapan berikutnya adalah perencanaan bisnis pembangunan kampung wisata batik. ”Ciputra akan menurunkan tim, baik yang mengajarkan pembuatan batik ramah lingkungan maupun mengedukasi bagaimana mendesain skema fesyen batiknya ke perajin lokal. Setelah siap, lalu dimulai pembangunan kampung wisata tersebut,” jelasnya.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas merespons gagasan tersebut. Adanya kampung wisata ini bisa mendorong tumbuhnya industri batik. Kreativitas pembatik lokal pasti akan tumbuh mulai dari pengembangan motif hingga desain fashion.
”Didukung Pemprov Jatim, tahun ini mulai dirintis Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan batik di Banyuwangi. Lalu Oktober mendatang, Kementerian Perindustrian mengumpulkan pewarna alam se-Indonesia untuk ditampilkan di Banyuwangi. Sekarang para perajin batik giat berproduksi karena laris seiring banyaknya wisatawan,” kata Anas.
Anas menegaskan, pengembangan industri batik di tempatnya ke depan bakal tetap menempatkan UMKM lokal sebagai pilar utama. ”Siapapun yang ingin mengembangkan batik Banyuwangi harus dengan pendekatan lapangan pekerjaan dan transfer knowledge ke UMKM lokal,” pungkasnya.