Program "Lahir Procot Pulang Bawa Akta" Banyuwangi Raih Penghargaan dari JK
By SEMANGAT BANYUWANGI - April 30, 2015
Jakarta - Program "Lahir Procot Pulang Bawa Akta" yang diimplementasikan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendapat penghargaan salah satu inovasi pelayanan publik terbaik se-Indonesia dari Kementrian Pendayagunaan dan Aparatur Negara (Kempan RB).
Penghargaan bergengsi tersebut, diserahkan langsung oleh Wapres Jusuf Kalla (JK) kepada Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas di Jakarta, Rabu (29/4). Dalam kesempatan tersebut, JK juga menyerahkan penghargaan kepada 25 pencetus inovasi pelayanan publik terbaik, termasuk Kabupaten Banyuwangi.
Sejatinya, program "Lahir Procot Pulang Bawa Akta" merupakan pelayanan inovasi Pemkab Banyuwangi dalam melayani pembuatan akta kelahiran bagi warga dalam waktu yang super cepat. Sejak 2013 sampai April 2015, layanan ini sudah menerbitkan 15,675 lembar akta kelahiran.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, program ini adalah implementasi dari reformasi birokrasi di mana setiap pemerintah daerah dituntut untuk memberikan layanan publik yang cepat, murah, dan efisien. "Penerbitan akta ini gratis dan singkat," tutur Anas.
Anas mengatakan, tempat persalinan yang akan melayani program ini adalah seluruh Puskesmas di Banyuwangi (45 buah), dua rumah sakit pemerintah, dan lima RS swasta yang telah bekerja sama dengan Pemkab Banyuwangi.
"Ke depan akan kami teruskan sampai ke bidan-bidan dengan sistem teknologi informasi dalam kerangka Banyuwangi Digital Society. Jadi, begitu lahir di tempat bidan, hari itu juga bisa dapat akta kelahiran," jelasnya.
Syarat yang dibutuhkan untuk kepengurusan akta lahir super-kilat ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP) orangtua, Kartu Keluarga (KK) dan nama calon bayi.
"Nama sudah harus disiapkan, sehingga saat bayi lahir bisa langsung diproses akta kelahirannya. Nama bayi ini wajib karena akan tercantum di akta kelahiran. Biasanya kami terkendala karena masih ada warga yang untuk memberikan nama anaknya masih nunggu petunjuk kakek, nenek, atau saudara-saudara lainnya," kata Anas.
Saat ibu melahirkan di Puskesmas atau RS, jelas dia, langsung diproses akta kelahirannya karena Puskesmas dan RS telah terintegrasi sistemnya dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai otoritas penerbit akta kelahiran. Proses penerbitan akta kelahiran antara 1-2 hari.
Jadi, lanjut Anas, ketika bayi pulang dari RS/Puskesmas sudah langsung membawa akta. Akta kelahiran akan langsung dikirim melalui PT Pos Indonesia yang sudah menandatangani perjanjian dengan Pemkab Banyuwangi. "Hujan deras sekali pun akta kelahiran diantar ke warga oleh PT Pos, hingga ke desa-desa," kata Anas.
Anas menuturkan, akta kelahiran telah menjadi isu global yang mendapat perhatian banyak pihak. Secara internasional, akta kelahiran sudah diatur dalam Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang disetujui oleh Majelis Umum PBB pada 20 November 1989. Indonesia menandatangani Konvensi tersebut pada 26 Januari 1990, dan meratifikasinya melalui Keppres 36/1990 pada 25 September 1990.
Dalam pasal 7 Konvensi Hak Anak disebutkan, "The child shall be registered immediately after birth and shall have the right from birth to a name, the right to acquire a nationality and as far as possible, the right to know and be cared for by his or her parents." (Anak harus didaftarkan segera sesudah kelahiran dan harus mempunyai hak sejak lahir atas suatu nama, hak untuk memperoleh kewarganegaraan, dan sejauh mungkin hak untuk mengetahui dan dirawat oleh orang tuanya).
Di Indonesia, hal itu diatur di UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Di dalam UUD 1945, posisi anak diatur secara jelas dalam pasal 28 B ayat 2 yang berbunyi, "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi."
Akta kelahiran adalah dokumen utama yang akan menggaransi tumbuh-kembangnya anak dalam menggapai masa depannya. Anak yang tak punya akta kelahiran tidak mempunyai posisi hukum, dan dalam skema kebijakan nasional tidak diakui hak dasarnya.
"Jika anak tidak terdaftar, konsekuensinya banyak. Tanpa akta kelahiran, hak untuk mendapatkan pendidikan, jaminan layanan kesehatan, akses ekonomi, dan hak-hak lain sulit didapatkan. Ketiadaan data anak juga bisa menjadi celah untuk tindak kejahatan perdagangan anak," ujar Anas.
Dari sisi kebijakan publik, keberadaan akta kelahiran adalah bagian penting dari pengelolaan sistem informasi manajemen, terutama dalam hal pengolahan data kepemerintahan.Feriawan Hidayat/FER
0 komentar