Desa Kemiren Banyuwangi : Menikmati Adat Budaya Suku Using
By SEMANGAT BANYUWANGI - Juni 23, 2015
Ketika Anda menyusuri pesona alam Banyuwangi maka lengkapilah dengan menyambangi suku aslinya. Sebuah desa bernama Kemiren kini menjadi perhatian para pelancong. Tempat dimana Anda dapat menyaksikan langsung keseharian suku Using yang bersahaja lengkap dengan atribut adat dan budayanya yang masih lestari.
Desa Wisata Kemiren berlokasi di Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Warga desa ini kental memegang teguh adat istiadat nenek moyang mereka. Menjadi istimewa karena gelaran adat yang sudah menjadi kebiasan tersebut didukung oleh Pemerintah Daerah untuk menjadi atraksi dan daya tarik di Banyuwangi.
Upacara adat di Desa Kemiren memang sangat berkaitan dengan pertanian terutamanya karena sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai petani. Saat masa panen tiba, warganya akan membunyikan tabuhan angklung dan gendang di pematang sawah. Saat menumbuk padi, wanitanya akan memukul-mukul lesung dan alu sehingga menghadirkan bunyi harmonis.
Suku Using sendiri merupakan masyarakat Blambangan yang tersisa dari keturunan Kerajaan (Hindu) Blambangan yang berkuasa selama dua ratusan tahun sebelum ditaklukkan Kerajaan Mataram Islam pada 1743 M. Suku Using berbeda dengan masyarakat dari suku Jawa, Madura ataupun Bali terutamanya bila dilihat dari budaya maupun bahasanya.
Ahli sejarah lokal meyakini bahwa julukan ‘osing’ diberikan para imigran yang menemukan bahwa kata ‘tidak’ dalam dialek lokal adalah ‘osing’ yang berbeda dari kata ‘ora’ dalam bahasa Jawa. Orang yang sebenarnya Jawa itu kini disebut Using saja atau juga disebut Jawa Using. Suku Using memiliki ciri khas bahasa yaitu ada sisipan ‘y’ dalam pengucapannya, contohnya kata madang (makan) dalam bahasa Using menjadi madyang atau kata abang (merah) dalam bahasa Using menjadiabyang.
Diperkirakan Desa Kemiren lahir pada masa penjajahan sekira tahun 1830. Awalnya, desa tersebut berupa hamparan sawah dan hutan milik penduduk Desa Cungking. Saat itu, masyarakat Cungking memilih bersembunyi di sawah untuk menghindari tentara Belanda. Warga enggan kembali ke desa asalnya di Cungking. Maka dibabatlah hutan untuk dijadikan perkampungan. Hutan tersebut banyak ditumbuhi pohon kemiri dan durian sehingga dari itulah desa ini dinamakan ‘kemiren’. Desa Cungking sendiri kini masih tetap ada, letaknya 5 km arah timur Desa Kemiren dan sudah menjadi desa kota.
Bagi suku Using kesuburan tanah dan hasil panen bersumber pada penghormatan kepada roh-roh nenek moyang. Apabila terjadi wabah, penyakit ataupun kesusahan pada desa maka dianggap sebagai kemarahan roh-roh nenek moyang terhadap perbuatan atau tingkah laku warga yang kurang sesuai. Oleh sebab itu, masyarakat Using di Kemiren sering, bankan selalu meminta pertolongan dari roh-roh nenek moyang dengan cara mengadakan selamatan.
Berikut ini beberapa kegiatan adat yang biasa dilakukan suku Using di Desa Kemiren.
Selamatan Kampung Sewu Tumpeng menjadi acara adat yang perlu Anda lihat langsung dan biasanya dihelat akhir September. Kegiatan ini merupakan ungkapan rasa syukur warga atas apa yang telah diberikan Tuhan setahun sebelumnya. Di dalamnya Anda dapat melihat keramaian tumpengan yang diusung dari masing-masing keluarga.
Barong Ider Bumi merupakan upacara tolak bala desa dimana biasanya diadakan tepat hari kedua Idul Fitri. Kegiatannya ditandai arak-arakan barong kemiren beserta perangkatnya dari ujung timur desa ke ujung barat desa.
Kemiren Art Performance adalah acara yang baru saja dibina dan rencananya digelar setiap bulan Juni. Di dalamnya ditampilkan drama teatrikal yang menceritakan sejarah kota Banyuwangi. Hal unik dari acaranya adalah seni pertunjukan yang ditampilkan tidak diadakan di tengah keramaian namun di tengah hutan dan di atas air.
Ngopi Sepuluh Ewu berupa acara minum kopi sekampung di Desa Kemiren yang biasanya dihelat akhir September dan masuk dalam rangkaian Banyuwangi Festival. Bayangkan setiap rumah mengelurkan kursi dan meja ruang tamunya ke jalan raya. Desa ini pun sekejap berubah bak café dadakan di sepanjang jalan desa. Anda akan melihat orang lalu-lalang menyeduh kopi dari meja mana saja secara gratis dengan cangkir tempo dulu.
Upacara lain yang masih sering dilakukan suku Using adalah upacara ngaturi dahar. Acara selamatan ini bertujuan untuk membersihkan diri bagi anggota keluarga. Umumnya upacara ini dilakukan setiap keluarga suku Using setahun sekali saat malam Jum’at atau malam Senin.
0 komentar