Kebo-keboan digelar warga Desa
Aliyan, Kecamatan Rogojampi, sebagai permohonan kepada Tuhan agar sawah milik
masyarakat setempat tetap subur dan panen berlangsung sukses. Ritual itu
dilangsungkan setiap Sura (kalender Jawa).
"Kerbau sejak lama telah menjadi
bagian dari hidup dan kehidupan masyarakat lokal Banyuwangi. Kerbau bukan
ternak pada umumnya yang dikonsumsi dagingnya, tapi adalah mitra petani untuk
menggarap sawah dan berupaya mendapatkan kemakmuran," tutur Bupati
Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menghadiri acara tersebut.
Kebo-keboan diawali dengan kenduri
desa yang digelar sehari sebelumnya. Warga bergotong-royong mendirikan sejumlah
gapura dari janur yang digantungi hasil bumi di sepanjang jalan desa sebagai
perlambang kesuburan dan kesejahteraan.
Esok paginya, warga menggelar
selamatan di empat penjuru desa, yang dilanjutkan dengan "ider bumi"
atau keliling desa. Para petani yang didandani kerbau lalu berkeliling desa
mengikuti empat penjuru mata angin.
Saat berkeliling desa itulah, para
"kerbau" itu melakukan ritual layaknya siklus bercocok tanam, mulai
dari membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi.
Para petani itu diyakini kerasukan
roh gaib. Karenanya mereka terlihat berjalan seperti kerbau yang sedang
membajak sawah. Mereka juga berkubang, bergumul di lumpur, dan bergulung-gulung
di sepanjang jalan yang dilewati. Saat berjalan di pundak mereka terpasang
peralatan membajak, seperti kerbau.
"Warga yang menjadi kerbau di
ritual adat ini tidak bisa mengelak karena dipilih langsung oleh roh gaib
leluhur. Apabila terpilih maka tindak tanduk mereka akan persis seperti kerbau,
keluarga pun harus terus mendampingi selama prosesi agar kebo-keboan ini tidak
mengamuk," kata Sigit Purnomo, Kepala Desa Aliyan.
Di Desa Aliyan terdapat dua dusun
yang secara turun-temurun mempertahankan tradisi Kebo-keboan, yakni Dusun
Aliyan dan Dusun Sukodono.
Meski proses ritualnya sama dan
digelar pada hari yang sama, kedua dusun itu tidak bisa melakukan prosesi
secara bersamaan, sebab jika kebo-keboan di dua desa itu saling bertemu maka
akan saling serang.
"Dari zaman dulu sudah
seperti itu. Makanya pelaksanaan ritual dibedakan waktunya dan jalur ider bumi
yang dilewati oleh kebo-keboan juga berbeda," ujar Sigit.
Tradisi Kebo-keboan sejak 2014
telah masuk dalam agenda Banyuwangi Festival yang merupakan agenda pariwisata
daerah yang berisi beragam acara wisata.
0 komentar