Melihat Budidaya Lobster Metode Resirkulasi di Banyuwangi, Sekali Panen Bisa 2 Hingga 3 Kuintal
By SEMANGAT BANYUWANGI - Januari 09, 2022
BANYUWANGI - Perairan laut Banyuwangi telah dikenal sebagai salah satu penghasil lobster kualitas ekspor. Bahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tertarik mendirikan lobster center di Banyuwangi.
Salah satu lokasi budidaya lobster di Banyuwangi terdapat di pantai Grand Watu Dodol (GWD) Banyuwangi. Di sini terdapat Unit Percontohan Budidaya lobster, Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan, Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan Bangsring KKP.
Di tempat ini mahasiswa, dan akademisi dari berbagai kampus di Indonesia bersama kelompok nelayan setempat, Pesona Bahari melakukan penelitian dan pengembangan budidaya lobster.
"Di sini salah satu yang kami kembangkan adalah metode resirkulasi," kata M. Chusnan Ma'arif, mahasiswa semester 3 Magister Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro yang tengah melakukan penelitian di sana.
Dalam metode ini berbagai jenis benih lobster (benur) berukuran 0,4 hingga 0,6 gram yang sudah memiliki pigmen warna ditempatkan di bak-bak sirkulasi untuk dibudidaya.
"Metode ini sesuai Permen KP Nomor 17 Tahun 2021, tentang segmentasi usaha budidaya lobster di Indonesia," kata mahasiswa penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan tersebut.
Pria yang akrab disapa Arif tersebut mengatakan, satu bak air tersebut bisa diisi 36 benih lobster. Namun satu lobster dan lainnya harus dipisah menggunakan pipa karena sifat kanibalismenya. Di unit tersebut terdapat sekitar 24 bak yang berisi air laut. "Selama masa budidaya harus terus dikontrol suhunya, saninitasnya, disolved oxygen, dan lainnya," jelas Arif.
Untuk benih lobster, menurut Arif, banyak didapat dari tangkapan nelayan di perairan Banyuwangi. Benih lobster tersebut berada di bak-bak resirkulasi selama 4 hingga 5 bulan untuk mencapai target penambahan ukuran menjadi 5-10 gram.
"Setelah dari bak resirkulasi tersebut, lobster-lobster tersebut dipindah ke keramba-keramba lobster dan di budidaya di dasar laut," jelas Arief.
Pembesaran di keramba dasar laut sekitar lima bulan untuk mencapai ukuran 150 hingga 200 gram. "Untuk lobster pasir minimal 150 gram, dan jenis lainnya 200 gram untuk bisa dipanen," tambah Arif.
Satu keramba bisa menghasilkan 40 kilogram lobster. Sementara di GWD terdapat enam keramba. "Sekali panen bisa mencapai 2,5 hingga 3 kuintal. Untuk ukutanv150 hingga 200 gram harga antara Rp 400.000 hingga Rp 500.000 satu kilogramnya," kata Arif.
Harga bisa lebih tinggi apabila ukuran lobster lebih besar. Biasanya lobster-lobster siap panen tersebut diekspor ke Singapura.
Achmad Subijakto, Kepala Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan Bangsring, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), mengatakan lobster dari Banyuwangi diakui memiliki kualitas ekspor.
"Dibanding daerah penghasil lainnya, perlu diakui lobster hasil budidaya dari perairan Banyuwangi memiliki kualitas yang bagus. Lobsternya fresh, kualitasnya ekspor," kata Toto, panggilan akrab Achmad Subijakto.
Toto menjelaskan, nelayan Banyuwangi berhasil melakukan budidaya lobster di perairan utara.
"Hasilnya cukup mengagetkan kami, ternyata kualitasnya mutu alam. Jadi meskipun budidaya, kualitasnya seperti tangkapan. Layak ekspor. Produksinya meningkat tajam. Bahkan sudah rutin ekspor ke Singapura, Taiwan, Hongkong, dan berbagai negara lainnya," kata Subijakto.
Itulah yang membuat KKP akan mendirikan lobster center di Banyuwangi. Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani mengatakan potensi lobter yang sangat besar ini akan lebih optimal bila dimaksimalkan. Apalagi dengan bantuan dari pemerintah pusat dengan menjadikan Banyuwangi sebagai pusat peneilitian lobster, nelayan Banyuwangi juga akan diuntungkan.
"Kami sangat mendukung, karena bagi kami ini adalah bagian dari pembangunan yang bervisi sustainability (berkelanjutan). Selaras dengan apa yang ingin dikembangkan Banyuwangi selama ini," kata dia. (*)
0 komentar