Syahdan ketika sang raja tua telah mangkat, tampuk kekuasaan beralih tangan kepada putranya yang paling sulung, sang Pangeran Tawangalun. Dari sinilah wiracarita mengalir hingga melewati masa dua abad lebih sesudahnya.
Lika-liku kehidupan para pangeran Blambangan yang diiringi dengan intrik perebutan kekuasaan, gilang-gemilang kejayaan, serta senjakala keruntuhannya, terekam dengan apik dalam larik-larik tembang yang dikarang oleh pujangga tanpa nama dalam karya yang berjuluk Babad Tawangalun.
Kisah yang terangkai dalam 12 pupuh dan 333 bait ini akan ditampilkan pada hari Minggu tanggal 17 Desember 2017 yang akan datang di Warung RBO Kang Pur Budaya Osing, Kemiren, Banyuwangi. Ragam dendang macapat ala Osing, Jawa, Madura maupun Bali akan secara bergantian mengalunkan kisah Tawangalun.
Kami sedang berusaha untuk menyiapkan terjemahan bebas atas Babad Tawangalun yang bisa ditampilkan dalam bentuk slide di acara ini. Sehingga para pengunjung yang kesulitan dalam memahami bahasa tembang akan sedikit banyak terbantu dengan adanya hal tersebut. Mudah-mudahan tidak ada kendala teknis dalam mempersiapkan ini semua.
Bagi yang ingin menikmati kisah Tawangalun dalam alunan tembang macapat silahkan datang di acara ini, tanpa dipungut biaya, alias gratis.
Kegiatan ini terselenggara atas semangat gotong-royong di antara beberapa orang dengan beragam identitas etnis dan melibatkan belasan juru tembang di Banyuwangi dengan latar kutural yang berbeda pula. Kolaborasi yang terjadi di antara mereka, kesediaan meluangkan waktu, dan kehendak saling berbagi, adalah nilai utama sesungguhnya dari proses penyelenggaraan acara ini.